Dalam era sekarang ini. semua orang sebaiknya menyadari pentingnya menjaga lingkungan. Pendidikan memainkan peran penting dalam membentuk kesadaran ekologis siswa.
Salah satu cara efektif untuk mengajarkan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan alam (IPA) adalah melalui pembelajaran berbasis proyek yang mengintegrasikan konsep-konsep lingkungan.
Sebagai contoh, memanfaatkan limbah kertas untuk membuat barang seni seperti topeng, payung atau benda lainnya. Kegiatan ini tidak hanya mengajarkan tentang daur ulang dan pengurangan limbah, tetapi juga mengembangkan kreativitas dan keterampilan siswa.
Karya-karya Topeng wajah ini merupakan bagian dari upaya sekolah dalam menerapkan konsep kehidupan berkelanjutan. Memanfaatkan sumber daya secara bijaksana dan bertanggung jawab terhadap lingkungan.
Dalam konteks ini, bahan-bahan yang digunakan berasal dari limbah yang seharusnya menjadi beban bagi lingkungan. Namun dengan daya kreasi, limbah-limbah tersebut berubah menjadi karya seni yang memiliki nilai ekonomi dan ekologis.
Melalui proses pembuatan topeng, siswa tidak hanya belajar tentang teknik membentuk pada seni rupa. Tetapi juga menyadari betapa pentingnya menjaga lingkungan dengan cara mendaur ulang dan memanfaatkan limbah secara produktif.
Karya-karya ini tidak hanya berfungsi sebagai ekspresi seni, tetapi juga sebagai alat untuk menyampaikan pesan tentang keberlanjutan lingkungan kepada masyarakat luas.
Topeng wajah yang dibuat dari bahan kertas limbah, lem, dan bungkus makanan ini tidak hanya memancarkan keindahan seni. Tetapi juga menjadi bukti kreativitas siswa dalam memanfaatkan limbah untuk keberlanjutan hidup.
Setiap Topeng menggambarkan keunikan ekspresi wajah manusia. mulai dari ekspresi Sedih, marah, bahagia hingga serius. Menghadirkan karakter yang berbeda-beda. Lembaran kertas bekas yang disusun dengan teliti membentuk relief. Memberikan dimensi pada topeng sehingga terlihat hidup.
Sementara itu, lem, dan bungkus makanan yang menjadi elemen pengikat tidak hanya menambahkan tekstur pada karya. Tetapi juga menjadi simbol penting akan pentingnya mendaur ulang sampah untuk menjaga dan melindungi lingkungan.
Lihat Pendidikan Selengkapnya
[Rating]Klik untuk menentukan rating.
Kamu sudah menilainya.Apakah kamu mau menilainya lagi?
Drama kehidupan Risa dan Erza dimana semua manusia menggunakan topeng untuk menyembunyikan kisahnya
Enjoy weboons withofficial translations and fan translations!
Unofficially translated by FANS
Be the first translator of this webtoon! More >
This webtoon don't support forfan translation not yet.
Bagikan di media sosialmu
Oleh: Annida Khairunnisa
Di tengah siang yang terik, terlihat Fatih, putraku, riang menyambut kedatanganku yang baru saja dari warung.
“Beli pelembab muka, Mas,” jawabku lembut padanya.
“O …. ” celetuk Fatih dengan cuek seraya berlari menyambar sepedanya.
Cuaca sangat panas beberapa hari ini. Matahari dengan gagahnya memancarkan panas terik ke bumi. Padahal biasanya bulan Oktober adalah musim hujan.
Kulangkahkan kaki dengan cepat masuk ke rumah. Segera kumenuju kamar mandi dan membayangkan segarnya air yang menempel wajah.
Hm … wajahku yang terasa panas karena terik matahari, merasakan segar saat kubasuhkan air. Kunikmati kesegaran air dan kuraba-raba wajahku, tampak terasa kulit wajahku yang mengelupas.
Segera aku melangkah menuju cermin, terlihat kulit wajah memang sedikit terkelupas. Sepertinya cuaca yang cukup panas membuat kulitku kering sampai pecah-pecah. Segera kuambil pelembab yang baru saja kubeli di warung.
Biasanya dengan cream pelembab yang kuoleskan, kulit kering wajahku akan teratasi. Kuoleskan tipis-tipis ke wajah, kunikmati sensasi rasa dingin cream meresap ke dalam pori-pori kulitku. Semoga dalam beberapa hari, kulit keringku akan segar kembali, batinku.
Fitrah manusia ingin tampil sempurna. Apalagi kaum hawa, penampilan itu utama. Memang siapa saja akan meningkat rasa percaya dirinya bila tampil memesona.
Kadang manusia itu lebih memfokuskan dirinya pada penampilan luar. Padahal, penentu kepribadian seseorang bukanlah dari tampilan luarnya saja.
Banyak contoh seseorang yang penampilannya beken, anggun, elegan dan menarik, tetapi tingkah lakunya buruk atau bahkan bertentangan dengan hukum Allah. Bisa merugikan orang lain karena dengan casual penampilannya dia meyakinkan orang lain untuk menipu, menelikung, bahkan merampok.
Selama ini, kecantikan, ketampanan, kerapian, yang nampak memang dijadikan standar penilaian seseorang. Padahal semua kriteria tersebut hanyalah casing saja. Seperti contoh, Fulanah adalah wanita cantik yang berpenampilan rapi, dengan dandanan modis, Fulanah bekerja di suatu lembaga perbankan, wajahnya selalu tersenyum menawan dan dikenal sebagai pribadi yang ramah dan santun.
Apa yang nampak dari Fulanah sekilas akan memberikan penilaian bahwa Fulanah berkepribadian baik. Namun, bila dicermati dengan kacamata Islam, maka Fulanah belum memiiki kepribadian yang baik.
Dalam Islam, seseorang dikatakan memiliki shyaksiyah Islam jika cara berpikirnya Islam dan cara bersikapnya juga Islam. Artinya seorang muslim tidak hanya cara berpikirnya yang islam, tetapi tingkah lakunya juga harus mencerminkan pemahaman Islam. Dua unsur ini memadu dalam diri seseorang sebagai bentuk ketaatan sehingga mewujud ketakwaan.
Islam pun menganjurkan seseorang untuk menjaga penampilan dan kebersihan, dengan hidup bersih maka akan terjaga kesehatan. Pun, dalam Islam seorang Muslimah wajib menyenangkan hati suami, dengan penampilan yang segar dan cantik akan menambah suami menjadi senang memandang, hal ini merupakan akhlak yang baik dan bernilai pahala.
Berbicara kecantikan, Islam tidak melarang seorang muslimah menampakkan kecantikan. Namun, bila kecantikan digunakan untuk sesuatu yang tidak baik maka dapat menjerumuskan pada dosa. Misalnya, wanita yang tabbarruj ketika keluar rumah dia memakai wewangian yang berlebihan, menggunakan make up tebal. Maka, hal tersebut melanggar hukum syara’ dan akan berdosa. Karena Allah Swt. telah melarang wanita untuk tabbarruj keluar dari rumah.
Sehingga tabarruj itu, dalam beberapa kamus memiliki defenisi yang sama, yakni menampakkan kecantikan dan perhiasan dihadapan lelaki asing dan dapat menarik siapa saja yang memandang untuk memperhatikannya. Seolah-olah seluruh perhatian akan tertuju padanya.
Larangan bertabarruj tidak hanya dikhususkan bagi wanita muda. Termasuk wanita yang tua renta yang tidak lagi haid dan berbirahi diperbolehkan menanggalkan pakaian dengan syarat tidak bertabarruj.
“Dan perempuan-perempuan tua yang telah berhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud) menampakan perhiasan.” (TQS an-Nur [24]: 60)
Dengan demikian, penampilan luar baik itu kecantikan, ketampanan, kerapian hanyalah unsur luar saja bukan penentu kepribadian. Unsur kepribadian mulia seseorang haruslah memenuhi dua hal yaitu cara berpikir Islam dan cara bersikap dalam hidup sesuai Islam.
Sebab, bila casingnya bagus, tetapi akhlaknya buruk sama halnya dia sedang memakai topeng dalam kehidupan.
Begitu juga dengan para pejabat berdasi, yang tutur kata dan pendidikannya cukup tinggi. Namun, sangat disayangkan, demi setumpuk harta rela menjual kepercayaan dan amanah yang telah rakyat kuasakan padanya. Dengan penampilan bergaya, tercermin pribadi sempurna ternyata bertindak koruptor.
Wajar memang kini banyak yang bersikap demikian, alam kapitalis telah mengubah paradigma berpikir tentang arti kebahagiaan. Kebahagiaan adalah materi dan kepuasan jasmani. Maka dalam kondisi saat ini tidak hanya harus berhati-hati. Jangan sampai tertipu dengan polesan atau casingnya saja, tampilan sesuatu bagus diluarnya belum tentu bagus isinya.
Selain itu juga, perlu upaya memahamkan Islam pada umat bahwa sejatinya seorang muslim haruslah memiliki kepribadian Islam. Bukan menjadi pribadi yang hanya mengenakan topeng kehidupan atau bertindak munafik, lain di mulut dan lain di hati.
Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.
Dalam kehidupan sehari-hari, saya menemukan banyak orang yang hidup dengan mengenakan topeng. Ada orang yang mengaku sukses dalam bisnis (milyarder), mobilnya mewah, aksesoris yang melekat di tubuhnya semuanya branded, ketika bicara omongannya muluk-muluk. Namun tunggakan hutangnya melimpah, kehidupannya rapuh. Menurut saya orang ini hidupnya bertopeng, yang tampak bukanlah aslinya.
Politisi yang berbicara atas nama rakyat, sering merasa memperjuangkan rakyat dan juga dipilih oleh rakyat. Namun dalam kehidupannya ia tak mencerminkan peduli dengan rakyat. Ia lebih sibuk mengumpulkan rupiah. Selalu minta dilayani bukan melayani. Â Bahkan berani memanfaatkan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi dan keluarganya. Menurut saya orang ini hidupnya bertopeng, politisi hanya dijadikan kedok untuk kepentingan pribadi
Bila Anda sudah menikah, tapi tak pernah memberi sesuatu yang dicintai pasangan Anda, tak pernah punya waktu berkualitas bersamanya, tak pernah memanjakannya. Juga, selalu ingin didengar tapi tak mau mendengar, selalu merasa paling berjasa dalam kehidupan rumah tangga. Menurut saya status Anda sebagai suami/istri hanya topeng. Dibalik semua itu Anda adalah monster yang menakutkan bagi  orang-orang di sekitar.
Tanpa orang tua, kita tak akan pernah ada di dunia. Secara logika seharusnya kita menjaga dan menghormatinya. Namun bila dalam kehidupan kita tak mampu membahagiakannya atau bahkan kata-kata kita sering melukainya, tak pernah mendoakannya, dan juga tak pernah memperjuangkan apa yang diinginkannya, maka saat itu pula kita sedang mengenakan topeng.
Bila profesi Anda sama seperti saya sebagai seorang inspirator kehidupan, sering bicara tentang indahnya hidup dan kebaikan… Namun bila dalam kehidupan sehari-hari banyak yang Anda katakan tapi tidak Anda kerjakan, pandai bicara tapi miskin perbuatan baik… Saat itulah Anda sedang mengenakan topeng kehidupan yang sangat berbahaya.
Semakin banyak topeng kehidupan yang kita pakai, kebahagian akan semakin menjauh dari kita. Perankanlah profesi dan status kita sebaik-baiknya. Hiduplah apa adanya tanpa harus membohongi diri sendiri dan orang-orang di sekitar kita.
Ingin ngobrol dengan saya? Follow saya di twitter: @jamilazzaini
Jakarta (ANTARA) - Manusia saat berinteraksi dengan sesamanya, cenderung bangga dengan ‘’topeng’’ yang dikenakannya. Hal ini dialami terutama insan yang tiada beriman.
Ia cenderung membanggakan karuniaNya seolah ia hidup selamanya. Sebagian insan menjadi kecanduan, karena topeng-topeng kehidupan serupa ‘’candu’’ yang melenakan.
Bila berdonasi, ia bersedia karena ada liputan dan demi mencari sensasi. Bila ada sosialisasi, atau kerja bakti, maka ia lakukan demi reputasi dan gengsi.
Sebagian orang rajin bersilaturahmi dengan pemegang kekuasaan dan pembuat kebijakan demi menikmati roti pembangunan. Zaman-peradaban semakin maju dan beradab, namun kenyataannya, sebagian manusia semakin biadab. Itulah topeng-topeng kehidupan alias ‘’The Masks of Life’’.
Manusia cenderung mengenakan “topeng” yang berbeda bila ia bertemu sesamanya. Bila ia bertemu pejabat, maka ia memakai “topeng” yang berbeda bila ia menyapa rakyat jelata.
Saat bertemu orangtua, seseorang memakai “topeng” berbeda ketika bercanda dengan sahabat lama. Bila bersua sang Guru, maka seseorang cenderung mengenakan “topeng” yang berbeda pula ketika berinteraksi dengan muridnya.
Padahal topeng kehidupan itu semu. Memakainya membuat hati menangis pilu serta jiwa terisak sendu. Namun, saat manusia bertemu Tuhan, maka ia tak mungkin mengenakan “topeng” kehidupan. Tuhan Maha Mengetahui isi hati dan perilaku insan.
Topeng-topeng kehidupan berjuta macamnya. Sebagian di antaranya adalah kekayaan, kepandaian, keturunan, pasangan hidup, karya, relasi-reputasi, teknologi-informasi, Cintakasih. Diperlukan kebijaksanaan sekaligus kearifan agar para pemakainya tidak dilaknat Tuhan, karena cenderung meninabobokan sekaligus menumpulkan akal, hati, jiwa, emosi manusia karena memang memiliki dua sisi berlawanan.
Maksudnya, di satu sisi, topeng-topeng kehidupan merupakan problematika kehidupan, namun di waktu lain dapat menjelma solusi yang amat diharapkan. Singkatnya, topeng-topeng kehidupan membawa masalah sekaligus pemecahannya.
Berikut ini penjelasan singkat tentang topeng-topeng kehidupan.
Pertama, kekayaan. Kekayaan harta itu perlu, namun kekayaan jiwa dan hati itu lebih utama. Kekayaan duniawi memang berpotensi mematikan hati, terutama bila diperoleh bukan dari jalan Ilahi. Hati menjadi keruh dan tak lagi peduli. Perilaku menjadi semakin tak terkendali.
Kekayaan materi hanyalah kekayaan ilusi. Dengannya, manusia menjadi semakin jauh dari Ilahi. Kekayaan semacam ini bila semakin berlimpah, maka menjadi semakin tidak berkah.
Nantinya kekayaan ini akan ditanya darimana bersumberkan dan bilamana dipergunakan. Memang sungguh berat pertanggungjawaban atas kekayaan demikian.
Kekayaan sejati adalah kekayaan hati. Hati yang penuh ketulusan dan cinta kasih menuntun manusia menemukan Ilahi. Kekayaan hakiki adalah kekayaan nurani. Dengannya, manusia dapat merasakan kedamaian dalam taman-taman kebahagiaan nan abadi.
Kedua, kepandaian. Kepandaian merupakan amanah Allah yang dititipkan kepada manusia untuk memakmurkan dunia. Kepandaian bukan banyaknya pengetahuan yang dimiliki, melainkan banyaknya kontribusi bagi negeri.
Kepandaian sejati berarti sejauh mana manusia memiliki bekal sebanyak-banyaknya untuk menghadap Ilahi. Kepandaian hakiki, bermula dari kitab suci, bersumberkan referensi kehidupan, risetnya berupa observasi kepada kebenaran dan kesejatian, evaluasinya berupa problematika kehidupan dan kenikmatan duniawi, prosesnya berupa dinamika yang seringkali dilematis.
Betapa banyak cendekiawan yang lulus saat diberi ujian penderitaan, namun gagal saat sedang mengarungi lautan kenikmatan.
Ketiga, keturunan. Seringkali seseorang minder akibat kedua orang tuanya bukan orang berpunya, tidak memiliki jabatan, atau bukan tokoh masyarakat.
Ada juga yang merasa tidak lagi berarti karena tidak memiliki keturunan. Bahkan ada orang yang rumah tangganya berantakan hanya karena pasangannya tidak memberinya keturunan.
Begitu pula sebaliknya. Ada sementara insan yang terlalu membanggakan dirinya itu keturunan raja, pejabat, atau konglomerat, padahal ia belum memberikan kontribusi berarti bagi umat.
Ada juga yang berbangga diri karena berhasil menyekolahkan anaknya hingga ke luar negeri, anak-anaknya berhasil meraih berjuta prestasi, atau seringkali memenangkan berbagai kompetisi. Keturunan berupa anak itu hakikatnya hanyalah amanah dari Allah. Bukan untuk dibanggakan, dipamerkan, diceritakan, melainkan untuk diasuh, dididik, dan disyukuri. Keturunan sejati membuat manusia senantiasa mensyukuri karunia Ilahi.
Keempat, pasangan hidup. Generasi digital-milenial saat ini seringkali galau kalau ditanya tentang pasangan hidup. Kapan menikah? Pertanyaan ini mendadak terasa sebagai kiamat nan mahadahsyat. Belum memiliki pasangan menjadi tragedi terbesar bagi kaum jomblowan dan jomblowati di seluruh dunia.
Jawaban teraman adalah sedang berupaya memantaskan diri. Padahal sebenarnya memang belum ditakdirkan bertemu jodoh yang sesuai. Bagi yang memang dapat berkarya dan sibuk berorganisasi, maka dapat menjadi jojoba, alias jomblo-jomblo bahagia.
Boleh jadi mereka ini tergolong jomblo high-quality.
Bagi yang telah berpasangan, berpotensi menjadi lupa diri. Seolah pasangannya raja, dewa, bidadari, atau permaisuri yang tidak pernah mati, sehingga melupakan Ilahi. Akhirnya kita cenderung tunduk atau takluk kepada pasangan, hanya demi membahagiakannya. Padahal bukan demikian.
Baca juga: Gambar masa kecil tunjukkan peristiwa penting hidup
Baca juga: "Seobok", menyusuri makna hidup dari klon yang tak bisa mati
Sejatinya, pasangan hidup ibarat pakaian, saling menutupi.
Ketika berumah tangga, sebaiknya suami-istri saling mengisi, saling memahami, saling pengertian. Dinamika kehidupan dirasakan bersama. Bila dijalani bersama, duka menjelma bahagia.
Pasangan sejati yang senantiasa meniti jalan kebenaran nan suci, bersama-sama memakmurkan bumi sesuai perintah ilahi, selalu berpedoman pada kitab suci, senang berbagi tanpa pamrih reputasi, menjadikan dunia tidak menguasai hati, maka pernikahannya akan lestari dan selalu diberkahi.
Kelima, karya. Manusia berkarya sesuai hobi, bakat, minat, passion, atau kemampuannya. Bagi penulis, maka buku merupakan masterpice baginya. Bagi penggemar kuliner, memasak menjadi andalannya. Bagi musikus, maka simfoni lagu adalah kebanggaannya. Bagi penyuka matematika atau fisika, dapat menciptakan formula atau rumus baru tentu merupakan karyanya. Bagi pebisnis, maka mendirikan perusahaan merupakan kesuksesannya. Bagi peneliti atau ilmuwan, maka publikasi adalah prestasinya.
Beragam karya umat manusia tetap tercatat oleh sejarah. Karya mereka menjadi sumber inspirasi bagi generasi berikutnya. Karya tersebut menjadi ilusi bila bertujuan duniawi. Karya itu menjadi hakiki, bila bertujuan ‘’menemukan’’ jatidiri dan menggapai rida Ilahi.
Keenam, relasi-reputasi. Seseorang dengan relasi luas, hidupnya relatif mudah dan berkelas. Semua hal dengan mudah dapat diatasi atas nama persahabatan.
Memiliki teman dokter, berarti terjamin kesehatannya. Memiliki sahabat insinyur, maka kenyamanan tinggal mudah diatur. Memiliki relasi pejabat tinggi, maka otomatis jalur birokrasi mudah teratasi. Memiliki kenalan pengusaha, maka imperium bisnis tercipta dengan cara sederhana.Relasi bersahabat karib dengan reputasi. Keduanya resiprokal dan bersinergi. Manusia dengan relasi banyak, reputasinya cenderung cepat menanjak.
Sahabat sejati adalah diri kita sendiri dalam rupa orang lain. Perspektif filosofis itu berbeda dengan paradigma sufistik, yakni: sahabat sejati membawa seseorang mendekati Ilahi. Inilah hakikat persahabatan abadi. Persahabatan inilah yang membuat relasi juga ‘’abadi’’, karena tidak berambisi duniawi.
Ketujuh, teknologi-informasi. Di era digital-milenial, pencipta teknologi dan penguasa informasi menguasai dunia. Sehingga tidaklah mengherankan, banyak perusahaan mengumpulkan database informasi (big data) sebagai sumber kehidupan.
Era digital menjadi lahan kompetisi antarnegara pemilik teknologi dan penguasa informasi. Mereka menjadikan teknologi-informasi sebagai sarana untuk mengeksploitasi sumber kekayaan alam sekaligus memikat generasi milenial dengan tawaran kesejahteraan melalui riset dan kemajuan.
Idealnya, teknologi-informasi menjadi sarana berbagai bangsa di dunia untuk saling berkolaborasi demi kejayaan peradaban.
Teknologi-informasi bermanfaat dan bermakna bila dipergunakan sesuai tujuan dan bersumberkan kebenaran. Era digital membawa tsunami informasi, yang berpotensi menenggelamkan netizen ke dalam samudra kebingungan nan mahaluas tak bertepi. Literasi digital-intelektual-spiritual, berpondasikan iman kepada Tuhan, berbasis riset dengan metode-metodologi yang valid-reliabel, merupakan benteng pertahanan terkuat penangkal tsunami informasi, terutama berita hoax, ujaran kebencian, berita bohong, fitnah, gosip, dan sebagainya.
Budaya literasi digital-intelektual-spiritual akan membentuk generasi milenial yang sehat, pandai secara intelektual, matang dan dewasa secara mental, emosional, spiritual, serta berdaya secara finansial.
Kedelapan, cinta kasih. Cinta kasih ini serupa simalakama alias simulakra kehidupan. Cinta kasih dapat menyebabkan krisis maupun eksis. Krisis terbesar di dunia adalah krisis Cinta kasih. Betapa banyak “mahakarya” (magnum opus) juga bermula dari atau bersumberkan Cinta kasih. Sehingga Cinta kasih dapat menjadi sumber permasalahan, sekaligus menjadi solusinya.
Bagaimanapun jua, bila Cinta kasih ditujukan semata duniawi, maka tiada sejati. Bila bertujuan ukhrawi, maka cinta kasih menjadi abadi nan sejati. Maksudnya, Cinta kasih kepada manusia sewajarnya saja, sebab kondisi “hati” manusia berbolak-balik dan fluktuatif.
Sekarang penuh Cinta, siapa tahu besok berubah benci. Jadi, filosofi “mencinta hingga terluka” dan “menebar kasih hingga perih” idealnya ditujukan hanya kepada sang Pemilik Cinta, yakni Allah SWT. Dengan demikian, “kebahagiaan sejati” dapat dirasakan selamanya.
Kemuliaan peradaban manusia bermula dari kejayaan bangsa. Bangsa besar terus belajar dari sejarah. Sejarah pun berulangkali menyeru kepada manusia untuk mewaspadai topeng-topeng kehidupan.
Kehidupan akan terasa nyaman dan menjadi sejahtera bila umat manusia bijaksana dan berhati-hati saat memakai serta memaknai topeng-topeng kehidupan. Kehidupan sejati bersama Ilahi pastilah berujung kemuliaan.
Baca juga: Andy Noya ajak tumbuhkan empati agar hidup lebih bermakna
Baca juga: Psikolog: Perempuan harus bisa tempatkan emosi secara baik
*) dr Dito Anurogo MSc adalah Dokter Rakyat di Kampus Desa Indonesia, dokter literasi digital, penulis puluhan buku berlisensi BNSP, pendidik di FKIK Unismuh Makassar, kandidat PhD di IPCTRM School of Medicine Taipei Medical University Taiwan
Copyright © ANTARA 2021
Potret Diri and Topeng Topeng Kehidupan
Wir verwenden Cookies und Daten, um
Wenn Sie „Alle akzeptieren“ auswählen, verwenden wir Cookies und Daten auch, um
Wenn Sie „Alle ablehnen“ auswählen, verwenden wir Cookies nicht für diese zusätzlichen Zwecke.
Nicht personalisierte Inhalte und Werbung werden u. a. von Inhalten, die Sie sich gerade ansehen, und Ihrem Standort beeinflusst (welche Werbung Sie sehen, basiert auf Ihrem ungefähren Standort). Personalisierte Inhalte und Werbung können auch Videoempfehlungen, eine individuelle YouTube-Startseite und individuelle Werbung enthalten, die auf früheren Aktivitäten wie auf YouTube angesehenen Videos und Suchanfragen auf YouTube beruhen. Sofern relevant, verwenden wir Cookies und Daten außerdem, um Inhalte und Werbung altersgerecht zu gestalten.
Wählen Sie „Weitere Optionen“ aus, um sich zusätzliche Informationen anzusehen, einschließlich Details zum Verwalten Ihrer Datenschutzeinstellungen. Sie können auch jederzeit g.co/privacytools besuchen.
Potret Diri and Topeng Topeng Kehidupan